Fungsi Perempuan Selesai Dengan Musyawarah

Ajaran Islam sering kali dituduh sebagai ajaran yang menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua. Realitanya memang tidak jarang ditemukan laki-laki yang menggunakan atau mengatasnamakan ajaran Islam untuk mendominasi perempuan.

OPINI

A.S. Munir

5/19/20253 min read

green and white typewriter on black textile
green and white typewriter on black textile

Ajaran Islam sering kali dituduh sebagai ajaran yang menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua. Realitanya memang tidak jarang ditemukan laki-laki yang menggunakan atau mengatasnamakan ajaran Islam untuk mendominasi perempuan.

Tentunya dominasi itu banyaknya merugikan perempuan. Ruang gerak perempuan menjadi seolah terbatas dan tidak memiliki daya untuk mengekspresikan diri.

Nilai bahwa perempuan tabu melawan laki-laki, perempuan tabu untuk menyanggah laki-laki, perempuan tabu untuk berpendapat untuk nasibnya tidak jarang ditemui di masyarakat kita. Benar, di masyarakat kita dan belum tentu merupakan ajaran Islam.

Dalam masyarakat kita, Indonesia terkadang ada kekeliruan dalam memilah mana yang merupakan ajaran Islam dan mana yang merupakan budaya. Kekeliruan itu tidak jarang membuat sesama umat Islam beradu pendapat yang menjurus ke arah tidak saling suka. Padahal kebanyakan yang diperdebatkan itu merupakan kebudayaan.

Meskipun baik, jika dilihat dari perspektif pelaksanaan ajaran, yah budaya tetap budaya. Tidak dilaksanakan pun budaya itu, dalam perspektif ajaran tidak ada permasalahan. Pelanggaran atau meninggalkan budaya hanya akan dianggap janggal oleh masyarakat pelaksana budaya tersebut.

Semisal dalam konteks relasi Pria dan Perempuan dalam rumah tangga. Lama dipercaya bahwa perempuan memiliki tugas di dapur, di kasur, dan di sumur. Itu tugas-tugas yang sudah seperti mantra saking seringnya dikutip baik oleh orang yang mendukung atau menentangnya.

Di dapur dapat dimaknai bahwa perempuan bertanggungjawab untuk menyiapkan makanan bagi keluarga dalam rumah tangga. Di kasur berarti perempuan ditugaskan untuk melayani suami secara seksual. Di sumur berarti perempuan dalam rumah tangga memiliki peranan untuk membersihkan atau merawat seluruh bagian rumah termasuk pakaian, piring-piring dan lain sebagainya.

Hal itu jika ditinjau dari segi peran mungkin yang akan janggal hanya peran yang kedua saja, yaitu peran di kasur. Peran di kasur tentunya tidak boleh hanya dianggap menjadi tugas perempuan saja. Sebagai pasangan baik laki-laki maupun perempuan diharuskan berusaha untuk memberikan rasa nyaman saat berhubungan seksual.

Sementara itu dua fungsi lainnya sah-sah saja dilaksanakan oleh perempuan dengan catatan memang sedari awal pembagian perannya begitu atau sudah disepakati dari awal pembagian perannya seperti itu.

Akan sangat janggal jika perempuan tetap melaksanakan kedua fungsi itu yaitu di dapur dan di sumur jika laki-laki dalam rumah tangga tidak melaksanakan fungsi lainnya. Fungsi lainnya semisal memenuhi segala kebutuhan untuk mewujudkan peran perempuan yang dua tersebut. Fungsi lainnya itu semisal jika perempuan ditugaskan untuk memasak, yah menjadi tugas laki-laki untuk menyiapkan uang atau anggaran untuk bahan-bahan masakan.

Laki-laki pun bisa menyepakati atau saling sepakat untuk mengambil peran dapur dan peran sumur, sebetulnya. Hanya jika kembali pada apa yang sudah disampaikan di atas bahwa masyarakat akan janggal saja yang biasanya tidak dapat diterima oleh laki-laki.

Kejanggalan tersebut sebetulnya bukan kejanggalan yang akan nyata secara terus-menerus. Sebagaimana budaya lainnya, yang namanya kebudayaan itu membangun peradaban dan kebudayaan yang sudah tidak relevan bagi peradaban bahkan malah merugikan sudah laik untuk ditinggalkan.

Pun terkait peran, jika kita kembali pada tuduhan ajaran Islam yang menyebabkan perempuan menjadi tersudut dan dirugikan dalam masyarakat kita, tidak demikian juga. Seperti pernah disampaikan oleh K.H. Emun Munawar, salah satu pengasuh Pondok Bahrul Ulum Al-Mursyidi Awipari dalam suatu pernikahan bahwa tugas perempuan memang ditentukan dalam Islam, terutama adalah harus taat pada Suami. Namun, Beliau menyampaikan bahwa agar rumah tangga berjalan dengan baik, sebaiknya mendahulukan musyawarah.

Mendahulukan musyawarah tersebut merupakan kunci dari pembagian peran yang nyata dalam berumahtangga. Semisal, jika seorang Suami pun harus mengambil peran dalam urusan dapur dan sumur menjadi tidak apa-apa jika setelah bermusyawarah dalam keluarga disepakati demikian.

Jika mengedepankan musyawarah maka peran dan fungsi dalam tiap rumah tangga tentunya akan berbeda. Tergantung kebutuhan dan kondisi tiap keluarga masing-masing.

Pendapat yang merevitalisasi peran perempuan dalam keluarga pun sempat dan bahkan sering disampaikan oleh ahli fiqih yang sudah tidak diragukan lagi kealimannya, yaitu Gus Baha. Dalam suatu kesempatan Gus Baha pernah menyampaikan “Sudah lah, makanya dari sekarang dilatih. Tidak usah macam-macam. Istrimu itu orang yang baca kalimat tauhid. Anakmu juga yang kelak akan meneruskan kalimat Tauhid. Itu yang saya pahami dari Qur’an.”

Gus Baha menyampaikan demikian saat berbicara mengenai pentingnya untuk menghormati Istri dan Anak. Bagi Gus Baha yang tentunya beliau berangkat dari keilmuan yang mumpuni menilai bahwa fakta bahwa seorang Istri masih tunduk dan menjalankan syariat Islam seperti Solat sudah cukup untuk Suami menilai Istri itu baik.

Gus Baha pun dalam banyak kesempatan sering menyampaikan bahwa dirinya memenuhi banyak kebutuhannya sendiri, tidak mengandalkan Istrinya, semisal menyeduh Kopi. Menyeduh kopi mungkin terkesan sepele, namun tidak jarang ditemukan seorang Suami yang memarahi Istrinya hanya karena lupa menyediakan Kopi atau tidak dilayani.

Tentunya menyoal ini masih banyak yang haru dikaji, namun sepertinya terkait peran perempuan yang dikunci di dapur, di kasur dan di sumur itu bukan ajaran dari Islam, melainkan pengaruh konteks budaya. Islam menempatkan perempuan pada posisi yang lebih tinggi, banyak hukum Islam yang menguntungkan perempuan yang patut di bahas dalam artikel lain. Dalam artikel ini hanya ingin menekankan bahwa jangan jadikan alasan ajaran Islam untuk menyudutkan, mendominasi, dan merugikan perempuan.