Meski Benci Polisi, Pencantuman Kadaluarsa Itu Penting!!!
Keberpihakan netizen itu mungkin karena citra Polisi acap kali dinilai buruk meskipun beberapa survei menunjukan sebaliknya. Terlepas dari citra Kepolisian itu, menyepelekan makanan kadaluarsa merupakan kesesatan berpikir.
OPINI
A.S. Munir
5/20/20253 min read
Nasib sial tidak bisa ditolak, namun tidak karena sial menjadi tidak bersalah. Kesialan seperti itu menimpa Firly Norachim pemilik Toko Mama Khas Banjar. Dirinya diduga bersalah secara hukum karena tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa pada produk yang didagangkan di Tokonya. Akibat hal itu dirinya harus menghadapi proses hukum. Menariknya banyak netizen (terutama pengguna X) malah menyalahkan Kepolisian atas penangkapan Firly tersebut padahal Kepolisian cukup dasar hukum untuk melakukannya. Keberpihakan netizen itu mungkin karena citra Polisi acap kali dinilai buruk meskipun beberapa survei menunjukan sebaliknya. Terlepas dari citra Kepolisian itu, menyepelekan makanan kadaluarsa merupakan kesesatan berpikir.
Sebetulnya kasus yang menimpa Firly Norachim sudah bergulir lama. Namun beberapa hari lalu ramai kembali diperbincangkan di Media Sosial X, yang salah satunya ditwit oleh akun Influencer X, @Mdy_Asmara1701 (Maudy Asmara) yang menulis “Menteri UMKM nangis di sidang dan pasang badan untuk pelaku UMKM.. Firly Norachim pemilik toko Mama Khas Banjar dijadikan tersangka oleh polisi dan didakwa jaksa menjual berbagai produk makanan dalam kemasan tanpa mencantumkan tanggal kadaluwarsa.” sembari menyematkan sebuah video karya jurnalistik iNews.
Dalam video yang dibagikan Maudy Narator menyampaikan “Menteri UMKM Maman Abdurrahman terdengar terisak kala memberikan keterangan di persidangan dengan terdakwa pemilik Toko Mama Khas Banjar, Firly Norachim. Firly didakwa atas pasal perlindungan konsumen karena kemasan produk yang beredar tanpa label kadaluarsa. Hadir sebagai ‘sahabat pengadilan’, Maman menyayangkan proses hukum yang harus dijalani Firly. Menurutnya, UMKM tah seharusnya berhadapan dengan pengadilan melainkan dapat melewati proses mediasi dahulu. Maman dengan tegas akan bertanggungjawab penuh untuk melindungi pengusaha-pengusaha UMKM.”
Sementara video yang ditampilkan oleh iNews adalah video Menteri UMKM Maman Abdurrahman yang memberikan keterangan di persidangan Firly Norachim. Di persidangan dirinya menyampaikan “Kalau misalkan mau ditanyakan yang mulia siapa yang bertanggungjawab dalam permasalahan ini tegas dalam forum ini disampaikan, Saya, bukan mereka. Inilah bentuk komitmen kehadiran pemerintah dalam melindungi pengusaha-pengusaha itu.” Kemudian kepada awak media Ia menyampaikan “Kepada teman-teman media kita mau jadikan ini sebagai momentum untuk betul-betul melakukan penataan pembinaan secara menyeluruh kepada UMKM seluruh Indonesia.”
Sebelumnya telah disampaikan bahwa tindakan Kepolisian itu memiliki dasar hukum yang cukup. Tidak mencantumkan Kadaluarsa memang diancam Pidana dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU PK).
Seperti ditulis oleh Bernadetha Aurelia Oktavira mengutip ketentuan UU PK menyatakan bahwa berkaitan dengan kadaluarsa yang harus dicantumkan diatur dalam ketentuan Pasal 8 (1) huruf g yang menyatakan larangan bagi pelaku usaha untuk tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa pada produk atau waktu pemanfaatan yang baik bagi produk yang dipasarkan. Ancaman pidana atas tidak dicantumkannya tanggal kadaluarsa pun tidak main-main yaitu pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 2 miliar rupiah.
Banyak yang ragu memang undang-undang kita isi atau muatannya berpihak pada kepentingan rakyat atau tidak. Hanya saja yakinlah jika ketentuan dari pasal pencantuman ini untuk melindungi konsumen, yang kebanyakan dari kita pada kehidupan sehari-hari bertindak sebagai konsumen.
Perlindungan yang kita dapat adalah berkurangnya potensi kita sebagai konsumen memakan makanan yang tidak laik konsumsi atau memakai produk yang sudah tidak laik pakai. Misal dalam kasus makanan saja, ada beberapa dampak kesehatan yang dapat timbul ketika kita memakan makanan yang sudah kadaluarsa. Seperti ditulis dalam artikel yang ditulis oleh dr. Theresia Yunita yang menyatakan setidaknya ada enam bahasa yang mengintai ketika memakan makanan yang sudah basi (kadaluarsa). Enam diantaranya keracunan makanan, infeksi pencernaan, mual muntah dan diare, sembelit, serta berbahaya bagi janin.
Dengan berbagai bahaya yang mengintai seperti disampaikan dr. Theresia Yunita, sungguh ironi jika yang muncul ke permukaan hanya soal kesialan yang menimpa pengusaha makanan oleh-oleh tersebut. Meskipun simpati itu salah satu bakat alamiah manusia, namun meniadakan fakta bahwa tidak mencantumkan kadaluarsa adalah berbahaya itu juga merupakan ketidakpedulian terhadap ancaman bahaya yang lain.
Tindakan Menteri UMKM pun jangan sampai hanya sebatas menaiki ombak keberpihakan yang populis saja. Jika Ia benar ingin menjadikan ini momentum untuk melakukan pembinaan maka lakukanlah, jangan hanya karena masyarakat kebanyakan menilai tidak mencantumkan kadaluarsa itu biasa saja (atau setidaknya lupa akan bahaya itu) maka Menteri UMKM berpihak secara membabi buta.
Dirinya, Menteri UMKM harus bertindak adil merata terkait persoalan ini, karena di lapangan bukan hanya Firly saja yang tidak mencantumkan kadaluarsa pada kemasan produk yang diperdagangkan. Banyak pelaku usaha lain tidak acuh terhadap ini. Seolah hal ini sepele, padahal ada potensi bahaya dari tindakan sederhana tidak mencantumkan makanan.
Mungkin akan melalui proses yang panjang, karena memang jika mudah tidak untuk apa tidak dilakukan untuk mencantumkan tanggal kadaluarsa. Mungkin untuk banyak produk penentuan tanggal kadaluarsa memerlukan proses research and development yang tidak sebentar bahkan mungkin membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Salah satu masalah pembiayaan itu bisa dimasuki oleh pemerintah jika komitmen Menteri UMKM adalah melakukan pembinaan. Kementerian UMKM bisa menyediakan layanan pengujian yang terjangkau bagi UMKM entah dengan cara apa pun yang penting ilmiah untuk menguji kadaluarsa suatu produk.
Dengan demikian ada solusi menengah dari sengkarut kepentingan pelaku usaha dan konsumen ini. Di satu sisi pengusaha kecil (UMKM) atau yang berniat berusaha tidak dipersulit dan di sisi lain konsumen pun tetap diuntungkan karena ada jaminan atau informasi terkait kelaikan produk yang mereka beli untuk dikonsumsi.