Panduan Solat di Tempat Umum
". . .persingkatlah sholat kita jika kita ada di fasilitas publik, karena Rasulullah mengajarkan bahwa Islam itu adalah agama yang mudah bukan agama yang sulit."
BERITA-SOSIAL
A.S. Munir
9/8/20254 min read


Dalam perjalanan, semisal di Jabodetabek orang-orang terbiasa menggunakan transportasi umum seperti KRL dan Trans Jakarta untuk bekerja. Terkadang ada waktu-waktu sempit untuk mengerjakan Solat, seperti pada waktu Magrib. Sayangnya, tidak semua Musola atau Mesjid di Stasiun atau Halte memiliki luas ruangan yang cukup untuk menampun sekaligus orang-orang yang ingin menunaikan ibadah Solat sehingga sering terjadi kekhawatiran kehabisan waktu Solat karena jadwal transportasi umum (kadang terkendala) dan terjadi antrian panjang di tempat Solat.
Biasanya yang menyebabkan antrian makin panjang karena Solat berjamaah, dimana seseorang yang sedang menjadi Imam Solat tetap menggunakan kebiasaan membacanya, seperti menggunakan langgam bacaan yang membuat bacaan Al-Quran dalam Solat makin panjang dan setelah Solat masih sempat membaca wirid di tempat Solat yang sama. Kami mewawancarai salah satu Ajengan (sebutan untuk Ustaz di daerah kebanyakan daerah Sunda) Muda, Moh. Yafie Mursyidi Sidiq (biasa disapa Ang Yafi) yang juga merupakan salah satu pengajar di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Awipari, Tasikmalaya. Berikut hasil wawancara yang kami lakukan melalui pesan daring:
Pertanyaan Pertama: Dalam Solat diharuskan membaca Al-Quran secara tartil. Apakah tartil dalam membaca Al-Quran selalu berarti membaca Al-Quran secara pelan dengan langgam yang pelan juga?
Jawaban Ang Yafi: Dalam Sholat pada waktu membaca Al-Qur'an Khususnya Al-Fatihah yang menjadi Salah satu rukun sholat diharuskan membaca dengan Tartil sesuai dengan Firman Alloh (Al-Muzzammil 74:4) وَرَتِّلِ ٱلْقُرْءَانَ تَرْتِيلًا "Dan Bacalah Al-Qur'an dengan Tartil". Para ulama menjelaskan bahwa maksud dari Tartil tersebut harus sesuai dengan Ilmu tajwid dan juga waqaf - washol pada tempatnya, tidak ada keharusan memakai langgam yang pelan yang penting bacaan nya sesuai dengan Ilmu tajwid.
Pertanyaan Kedua: Jika seseorang memiliki kebiasaan (secara Istiqamah) mengamalkan suatu Dzikri (wirid) harus tetap dilaksanakan meskipun di tempat publik seperti stasiun atau halte atau dapat mengganti keistiqamahan tersebut dengan cara lain?
Jawaban Ang Yafi: Bilamana kita mempunyai amalan dzikir ba'da sholat yang selalu kita istiqomahkan seyogyanya tidak dianjurkan karena melihat kondisi kemaslahatan umum, misal kita lagi di mushola stasiun kita sholat fardhu saja cukup, untuk amalan dzikir bisa dilakukan nanti pas di kereta.
Pertanyaan Ketiga: Solat memiliki beberapa rukun yang menjamin sahnya seseorang melaksanakan Solat. Apa saja yang merupakan Rukun Solat dan apa saja yang merupakan bagian Sunnah dalam Solat?
Jawaban Ang Yafi: Menurut kitab Safinatun Najah, terdapat 18 rukun shalat, yang terdiri dari niat, takbiratul ihram, berdiri bagi yang mampu, membaca Al-Fatihah, ruku', tuma'ninah (diam sejenak setelah pindah dari gerakan rukun yang lain seukuran membaca "Subhanallah") dalam ruku', i'tidal, tuma'ninah dalam i'tidal, sujud dua kali, tuma'ninah dalam sujud, duduk di antara dua sujud, tuma'ninah saat duduk, tasyahud akhir, duduk saat tasyahud akhir, bershalawat kepada Nabi saat tasyahud akhir, salam pertama, serta tertib (berurutan sesuai urutan yang telah ditentukan). Selain itu adalah Sunnah, misalkan bacaan ketika ruku', i'tidal, sujud, Qunut dll.
Pertanyaan Keempat: Apakah dalam kondisi seperti diceritakan sebelumnya boleh hanya mengerjakan Rukun Solat saja demi memberi kesempatan orang lain untuk Solat mengingat waktu Solat (spesifik Solat Magrib) sangat terbatas?
Jawaban Ang Yafi: Sangat diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk mengerjakan rukun sholat saja tanpa melakukan sunnah-sunnah yang ada di dalam sholat, jika dalam keadaan tertentu semisal kasus diatas, atau pada akhir waktu sholat.
Pertanyaan Kelima: Adakah suatu ajaran Rasulullah Muhammad Saw. . . yang menggambarkan Solat dengan cepat namun tetap dianggap sah secara fiqih?
Jawaban Ang Yafi: Bahkan Baginda Nabi Muhammad SAW pernah menegur seorang sahabat yang mengimami sholat terlalu lama dikisahkan dalam hadits berikut yang Imam An-Nawawi menghimpunnya dalam kitab Riyadhush Shalihin pada bab “Marahnya Rasulullah karena Durasi Shalat Jamaah Terlalu Lama”.
وعن أبي مسعود عقبة بن عمرو البدري رضي الله عنه قال: (جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: إني لأتأخر عن صلاة الصبح من أجل فلان مما يطيل بنا .فما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم غضب في موعظة قط أشد مما غضب يومئذ، فقال: يا أيها الناس! إن منكم منفرين، فأيكم أم الناس فليوجز؛ فإن من ورائه الكبير والصغير وذا الحاجة).
Artinya:
“Dari Abu Mas'ud yaitu 'Uqbah bin 'Amr al-Badri ra, berkata, ‘Ada seorang lelaki datang kepada Nabi ﷺ, lalu berkata, ‘Sesungguhnya saya pasti tidak ikut shalat subuh berjamaah karena si Fulan itu, karena ia memanjangkan bacaan suratnya untuk kita.’ Maka saya (Abu Mas'ud) sama sekali tidak pernah melihat Nabi ﷺ marah dalam nasihatnya lebih daripada marahnya pada hari itu.”
“Beliau ﷺ bersabda, ‘Hai sekalian manusia, sesungguhnya di antara engkau semua ada orang-orang yang menyebabkan orang lain lari. Maka siapa saja di antara kalian yang menjadi imam shalat untuk orang banyak, hendaklah ia mempersingkat bacaannya, sebab sesungguhnya di belakangnya itu ada orang yang sudah tua, anak kecil, dan ada pula orang yang segera hendak mengurus keperluannya.’" (Muttafaq 'alaih/HR. Bukhori dan Muslim).
Para Ulama menjelaskan bahwa hadits tersebut mengingatkan kita jika menjadi imam dianjurkan untuk mempersingkat sholat, tak usah berlama-lama karena bisa dikategorikan sebagai "Munaffir" (Orang yang meresahkan dan mengaburkan hati orang lain).
Bahkan kalau diteliti Rasulullah tak pernah menegur sholat yang singkat sebaliknya Beliau menegur sholat sahabat yang terlalu lama. Artinya jika kita dikejar waktu ataupun apapun alasannya seyogyanya kita persingkat saja sholat kita yang penting perhatikan syarat sah dan rukun sholatnya.
Pertanyaan Keenam: Secara umum adakah hal yang perlu disampaikan berkaitan dengan peristiwa tersebut (Solat di tempat umum yang tidak memiliki Mesjid luas dan orang banyak mengantri untuk bergantian Solat?
Jawaban Ang Yafi: Kalau secara umum persingkatlah sholat kita jika kita ada di fasilitas publik, karena Rasulullah mengajarkan bahwa Islam itu adalah agama yang mudah bukan agama yang sulit. Bahkan dulu ditempat umum tidak disediakan mushola karena semua tempat yang suci sah dijadikan tempat sholat, pada zaman dulu bilamana orang mau sholat di tepian tempat umum maka akan memasang sutroh (penanda bahwa dia sedang sholat) dengan menancapkan tongkat di depannya, kalau sekarang kan ada sajadah travel yang muat di kantong kecil, tinggal dipasang saja di pinggiran kita menunggu boarding pass misalkan ketika di bandara tak usah lah kita menunggu antrean di Mushola yang banyak orang antri, tapi ingat jangan sampai di tempat yang lalu lalang orang cari pojokan yang kiranya tak dilalui orang.
Demikian hasil wawancara kami dengan Ang Yafi, semoga bermanfaat. Tentunya artikel ini tidak akan mampu secara instan menyempurnakan Solat pembaca. Silakan temui guru masing-masing untuk terus belajar menyempurnakan Solat.